bhuanawarman · Catatan

Yang Tertinggal Dari PDBW XV Bag. 2

Ini merupakan tulisan bagian kedua dari cerita PDBW ke-15, bagian pertama bisa baca di tautan ini.

Nama angkatan kami Rawa Lembang, dan ini adalah cerita dibalik nama tersebut.

Para siswa PDBW XV Angkatan Rawa Lembang
Para siswa PDBW XV Angkatan Rawa Lembang. Belakang (berdiri): Fuji, Asep, Sumandiri, Pak Dadeng, Kokom, Sepyandri, Dindin, Junjunan, Wiharsa. Depan (jongkok): Aris, Hedi, Prima, Riyad, Nenden, Susan, Hadiyan, Ojang, Nana.

Adalah simulasi operasi SAR yang dilakukan di hari pertama PDBW di daerah Cisoka yang membawa sebagian dari siswa merasakan bagaimana rasanya masuk ke dalam rawa. Belakangan saya mengetahui, dalam SAR, metode/tahap penyisiran tersebut dinamakan teknik Most Probable Potition (MPP). Silahkan baca tulisan bagus tentang SAR ini.

Insiden penyisiran korban yang harus menghadapi rawa tersebut memang cukup berkesan. Beberapa siswa hampir tenggelam dihisapnya, Hedi “buruy” termasuk salah satu siswa yang saya perhatikan cukup kerepotan, dia hampir saja tenggelam, lumpur sudah sebatas dada, mendekati leher. Beberapa senior memerintahkannya beranjak.

“Woy! Mau mati kalian? Naik!”

Rawa ini tidak terlalu besar, saya lupa persisnya. Kami sempat mengira bahwa itu hanya kolam biasa. Sehingga kami tak pernah khawatir akan ada cerita dihisap. Langkah demi langkah begitu berat.

Sementara Lembang, merupakan nama gunung dimana rawa tersebut berada di sekitar kakinya.

Maka, saat memutuskan untuk memberi nama angkatan, disepakatilah Rawa Lembang sebagai nama angkatan kami. Angkatan XV Bhuanawarman. Beberapa rekan seangkatan kadang menyebutnya juga dengan alias Rawel atau Rabang.

Nama Hutan

Memang sudah menjadi tradisi bahwa setiap siswa mendapatkan nama hutannya saat PDBW. Beberapa anggota hingga saat ini dengan baik mengingat nama hutan serta babadnya, namun banyak pula yang memang lupa atau melupakannya.

Di malam ketiga PDBW semua pergerakan berakhir di suatu tempat legendaris, kami menyebutnya bivak alam. Ya, tempat tersebut memang merupakan area simulasi materi bivak alam.

Bercengkrama di perapian saat berada di bivak alam. (dok. pribadi)

Saat sesi ramah tamah dengan para instruktur, panitia, juga anggota senior, para siswa mendapatkan nama hutannya masing-masing. Beberapa ada pula yang mendapatkan nama hutan selama hari2 Pendidikan Dasar. Sesi ini saya rasa merupakan bagian paling santai dari seluruh rangkaian kegiatan. Komunikasi terjalin cukup hangat dalam lingkaran dan api unggun.

Saat itu sebagian siswa mendapatkan nama hutannya dari kang Cecep, dengan terlebih dahulu melalui dengar pendapat dari para senior, yang masih saya ingat saat itu hadir ada kang Agus Gendot, kang Sajidin, kang Kristivan, kang Yudi, kang Janun. Selain masukan dari senior, nama hutan diusulkan juga oleh sesama siswa PD yang telah mengenal selama 3 hari 3 malam tersebut.

Pemberian nama hutan ini biasanya didasari dari kejadian/tingkah si siswa selama PDBW, karakter pribadi, atau juga tampilan fisiknya. Atau bahkan kemampuan khusus. Misal, seperti salah satu anggota angkatan XIV dengan nama hutan gajah. Bukan, bukan karena hidungnya panjang mirip belalai, tapi kemampuannya menggerakan telinga yang mirip seperti gajah mengibas2kan telinganya.

Kawan saya, Riyad alias Atmo, adalah orang yang pertama kali mendapat nama hutan di angkatan kami. Saat itu adalah jam istirahat makan siang di hari pertama PDBW. Dia mendapat julukan nama hutan chicken alias ayam, karena saat itu dialah satu2nya siswa yang makan dengan lauk cukup mewah diantara siswa lainnya, ayam goreng. Namun, alias ini tak bertahan lama, nama hutan resminya adalah kancil. Tubuhnya memang kecil dan lincah pada saat itu. Kini rutinitas sedikit mengikis kelincahannya.

Wiharsa, saya cukup mengenal karakter orang yang satu ini. Beberapa perjalanan mengajari kami. Seorang yang tulus, tidak memiliki hidden agenda, dan ceria. Nama hutannya Dogar singkatan dari domba garut. Ya, rambutnya yang ikal khas, melinting seperti tanduk dan bulu domba.

Toed adalah jenis burung yang memiliki kicau khas dan nyaring. Nama hutan ini adalah milik Sepyandri. Laki2 ini tidak bawel sebenarnya, namun cukup berisik jika saat ngobrol. Dan nama hutan itu memang cocok spertinya.

Hedi termasuk salah satu kawan dekat saya selama di SMA, pernah satu kelas saat kls 3, IPS 1 tepatnya. Namun begitu pertemanan kami telah terjalin saat awal2 menadi siswa baru di Saci. Nama hutan dia adalah Buruy, istilah sunda untuk anak katak. Nama hutan ini didapat karena kakanya, salah satu senior di angkatan III Arus Deras yaitu kang Agus Suyaman, memiliki nama hutan gendot atau kecebong. Dari situlah, mungkin karena ada trah keluarga katak di Bhunawarman maka Hedi sebagai sang adik mendapat nama hutan buruy.

Asep Hery alias Chenfonk diberi nama hutan Sukun. Saya sendiri diberi nama hutan Batu. Terakhir yang saya ingat adalah Nana Wiharna, ketua angkatan kami, nama hutannya adalah bancet.

Sekian.

Leave a comment